Posisi
sebagai team support di sebuah NGO
tempat saya bekerja membuat saya tidak terlalu banyak turun ke desa layanan
kami.
Saya
lebih banyak berada di kantor untuk mengumpulkan data, membuat berbagai laporan
ke berbagai tempat, memastikan monitoring intervensi di desa layanan berjalan
dengan baik dan sebagainya.
Jika
team program membutuhkan support barulah saya turun ke lapangan
atau ketika akan melakukan refleksi bersama mitra dan masyarakat.
Suatu
hari, saya merasa jenuh.
Saya
memutuskan untuk menunda pekerjaan di kantor dan ikut salah satu teman yang
akan melakukan kunjungan ke salah satu registered
children disalah satu desa layanan.
Perjalanan
ke desa tersebut kira-kita 1,5 jam.
Sepanjang
jalan menuju desa itu, kami tidak bertemu dengan satu kendaraan pun.
Jalannya
sempit namun beraspal yang masih bagus dengan pemandangan yang indah.
Setibanya
disana, kami pun mulai mencari rumah anak yang akan kami kunjungi.
Tidak
terlalu sulit untuk menemukan rumahnya.
Kami
masuk, saling bersalaman dan memperkenalkan diri.
Rumah
mereka sangat sederhana dengan satu bangku panjang, beberapa kursi dan sebuah
meja yang diatasnya ada beberapa produk makanan yang kelihatannya untuk dijual.
Sang
anak, sebut saja M, tinggal bersama tantenya. Mamanya bekerja ke luar kota.
Teman
saya mulai menanyakan keadaan M pada tantenya dan pada kader posyandu yang ikut
menemani sang anak dalam kunjungan kami.
M
adalah seorang difabel yang mana menurut tantenya dulu lahir normal namun
diusia seminggu mengalami panas tinggi lalu cacat pada kakinya.
Menurut
Ibu Kader, M dulu pernah sekolah disalah satu panti asuhan di kota Maumere
namun M tidak betah dan memilih untuk pulang.
Bertahun-tahun
M tidak sekolah dan tinggal saja dirumah sambil membantu tantenya mencari kayu
dan pekerjaan lain yang mampu dilakukannya.
Kami
lalu menanyakan keinginan M untuk bersekolah lagi, disambut dengan jawaban
bahwa M mau melanjutkan sekolah lagi.
Teman
saya dan teamnya akan menindaklanjuti hal ini untuk mengusahakan agar M bisa
kembali sekolah.
Dalam
perbincangan, M malu-malu, tantenya menjawab dengan baik dibantu dengan kader
posyandu.
Selesai
berbincang-bincang, saya mengajak untuk foto bersama dihalaman rumahnya.
Disitu
saya melihat M tersenyum bahagia hingga saya merasa ikut bahagia melihat senyum
itu.
Saya
melihat M walau malu-malu ketika ditanya-tanya tapi sebenarnya M excited ketika bertemu dengan orang
baru.
Senyum
bahagia dari M melengkapi kebahagiaan saya yang hari itu bisa bertemu langsung
dengan salah satu anak yang sebelumnya hanya saya ketahui dalam angka saja.
Di
database kami, ada sekian anak
difabel, sekian anak malnutrisi, sekian anak drop out sekolah dll.
Hari
itu, saya bertemu salah satu dari mereka dan mendengar ceritanya.
Esti
Tanaem
Maumere,
14 Mei 2016
Comments
Post a Comment