"Saya
mau kurus"
Ungkap
J (Laki-laki, 8 tahun) pada tantenya dipagi itu. Malam sebelumnya, beberapa
orang mengatakan bahwa J berbadan besar. Tidak hanya malam itu, hari-hari
sebelumnya J juga mendapat pernyataan itu.
Saya
mengenal J sejak pertama kali pindah ke kota ini sebagai anak yang enerjik,
periang dan supel. Bagi saya, J adalah antitesis saya. Selain 3 sifat J diatas,
beberapa hal juga saling berkebalikan.
Saya
dulu mengerjakan PR dengan sukarela. Perlu usaha keras agar J mengerjakan PR.
Saya
dulu duduk manis di kelas. Perlu upaya agar J duduk diam di kelas.
Selain
3 sifat diatas, cara belajar kamipun berbeda. Cerita tentang J dari Tante-nya
yang adalah sister-from-another-family
saya selalu membuat tertawa sekaligus kagum dengan kehidupan yang bebas dan
ceria itu. Namun tidak dengan cerita tentang keinginannya untuk kurus itu.
Seorang anak yang enerjik, periang, supel serta cenderung 'malas tahu' (re: 'malas tahu'
tidak selalu berarti buruk) berkata bahwa dia ingin kurus. Saya berpikir
mungkin J masih mengingat apa yang dikatakan kepadanya tentang ukuran tubuh dimalam
itu. Ditambah dengan pernyataan dihari-hari sebelumnya. Ini membuat saya kembali berpikir bahwa
sepenting itukah ukuran tubuh? Sehingga itu bahkan dijadikan standar
kebahagiaan kebanyakan orang: gemuk berarti bahagia atau sejahtera. Ketika
bertemu setelah sekian lama, pada umumnya, akan membahas ukuran tubuh: "Hey, kamu bertambah gemuk ya?" daripada
menanyakan kesehatan atau pekerjaan. Berkomentar difoto pun demikian, akan
membahas ukuran tubuh. Ini akan berbeda ketika berada pada dunia model yang
mana demi menampilkan pakaian yang dapat dilihat secara keseluruhan, ukuran
tubuh model perlu mendapat perhatian. Tapi,
saya pernah melihat beberapa artikel yang menggunakan model dengan ukuran
tubuh yang tidak seperti pada umumnya didunia permodelan.
Ketika
J berkata demikian, saya teringat diri saya sendiri yang sangat tidak nyaman
ketika orang membahas ukuran tubuh saya. Beberapa berpikir saya tidak pernah
makan yang akan saya jawab dengan "Kalau
tidak makan lalu bagaimana saya bisa hidup?", bahwa saya menghemat
uang saya, bahkan ada yang membagikan makanannya kepada saya agar saya mencapai
ukuran tubuh yang menurut mereka itu ukuran yang baik. Padahal saya tidak bisa
makan dalam jumlah yang banyak dalam sekali makan. Saya makan 3 kali sehari dan
beberapa jajan. Jika saya kenyang, saya tidak lagi makan. Ukuran tubuh saya
memang begini. Saya sehat. Saya tidak menyakiti dan merugikan orang lain dengan
ukuran tubuh saya. So, what's the
problem?
Apa
yang J katakan menjadi pelajaran buat saya. Apa yang dikatakan seseorang
terhadap orang yang lain itu bisa berpengaruh pada pikiran serta perilaku orang
lain. Apa yang dikatakan orang dewasa kepada anak-anak mengenai ukuran tubuhnya
bisa saja berpengaruh pada kepercayaan dirinya serta kemampuan dalam
berinteraksi dengan orang lain. Bisa saja seseorang menjadi Diplomat tetapi
karena sering dipermalukan dengan ukuran tubuhnya lalu menjadi tidak percaya
diri ketika bertemu orang banyak atau ketika berbicara didepan banyak orang
sehingga harus mengubur impian itu sedalam-dalamnya.
Teringat
slogan suatu kampanye untuk menghentikan Body
Shaming People:
"I am thin and it is a body type."
Bagi
saya ini pesan yang kuat. Kurus dan gemuk itu tipe tubuh. Jangan mempermalukan
atau merusak karakter orang lain dengan itu.
Esti Tanaem
Maumere, 09
November 2017
Hai
ReplyDeleteSalam perkenalan.
Hari ni Yaya jenjalan terjumpa blog ni.
Best baca sambil makan keropok goreng hihi.
Kalau sudi boleh la singgah di blog Yaya ya
www.SuhaidaCheYahya.com
Terima kasih :-D
No1 Premium Beautiful Expert Malaysia
Herba Maharani Malaysia
www.wasap.my/60145002339