Refleksi perjalanan kehidupan
Tahun 2018
Saya membuka sharing saya tentang tahun 2018 pada
devosi pagi ini di kantor dengan “Tahun 2018 adalah tahun ketika Tuhan menjawab
doa dan apa yang saya usahakan selama bertahun-tahun”: Saya bisa kembali ke
Timor dan bisa mengendarai sepeda motor. Saya menduga, anda sedang tersenyum
keheranan membaca bagian ke dua. J
Sejak proses
perekrutan, pelatihan hingga magang untuk pekerjaan saya saat ini, saya berdoa
untuk ditempatkan di Pulau Timor. Jawaban yang saya dapatkan adalah nanti dulu.
Saya ditempatkan di Maumere-Sikka hingga 2.4 tahun kemudian. Selama masa itu,
saya masih terus berdoa untuk hal yang sama. Tuhan menjawab doa itu Bulan
Desember 2017. Tahun 2018, saya kembali ke Timor. Saya tinggal bersama orang
tua, makan masakan Mama setiap hari dan menikmati keheranan diwajah beberapa
orang ketika saya memperkenalkan diri sebagai Orang Timor.
Ketika di Maumere,
bahkan sejak saya SD, saya pelanggan setia transportasi umum. Ojek, bemo,
becak, taxi dan bis bukan hal yang baru bagi saya. Saya merasa sangat mandiri
karena saya bisa kemana-mana walau menggunakan transportasi umum. Saya bangga
karena saya tidak berkontribusi pada global
warming (dalam hal ini). Bulan Juni 2018, saya memutuskan untuk membeli
Sepeda Motor dengan alasan mempermudah transportasi (rumah orang tua saya jauh
dari akses transportasi umum) dan agar pendapatan saya tidak berlalu begitu
saja lalu saya tenggelam dalam penyesalan. Saat itu, saya belum mahir
mengendarainya. Bermodalkan pengalaman latihan beberapa hari di Maumere, saya
pun terus berlatih dan memberanikan diri menyetir ke Kantor yang berjarak 1 KM
dari rumah. Sepertinya semesta mendukung saya agar mahir dalam berkendara
dengan berkonspirasi untuk memindahkan lokasi kantor saya ke tempat yang lebih
jauh, melewati jalan provinsi dan banyak dilalui bis, truk dan kendaraan
lainnya. Saya menggunakan bahan bakar Pertamax yang lebih ramah lingkungan
untuk mematahkan justifikasi saya tentang kontribusi pada global warming.
Saya berefleksi dan
menemukan bahwa Tuhan menjawab pada waktu yang tepat. Waktu ketika saya
benar-benar membutuhkan apa yang saya doakan itu. Saya terus mengingat ini
ketika saya membuat rencana tahun 2019 yang, seperti biasa, sangat banyak itu.
Ya, saya sangat suka membuat rencana.
Tahun 2018 juga
menjadi tahun ketika saya mendua dan mempertanyakan “what makes my heart sing?”. Saya mencari apa yang membuat hati ini
bernyanyi ketika mengerjakan sesuatu. Ditahun yang sama, saya menemukan sesuatu
yang (sepertinya) menjadi passion saya.
Saya terus menguji dan bekerja untuk mencapainya sebagai bagian dari terus
mencari jawaban akan pertanyaan itu.
Seseorang pernah
berkata bahwa perang yang sesungguhnya adalah ketika kita berdoa. Ketika kita
melakukan apa yang kita doakan, itu bagian dari menuai hasil. Berdoa itu tidak
bisa setengah-setengah sebagai rutinitas belaka tapi tentang bagaimana membangun
hubungan yang non-transaksional dengan mengutarakan keinginan sekaligus membiarkan
Tuhan bekerja.
Terima kasih, 2018.
Esti Tanaem
Soe, 15 Januari
2018
Comments
Post a Comment