Setelah sebulan, saya bersama keempat
teman lainnya meninggalkan Buli-Halmahera Timur menuju Ternate.
Ternate dulu merupakan ibu kota Provinsi
Maluku Utara yang kini telah berganti ke Sofifi.
Penerbangan dari Bandara Buli ke Bandara
Sultan Babullah Ternate memakan waktu sekitar 20 menit.
Ini merupakan penerbangan yang paling
menyeramkan dalam sejarah perjalanan udara yang pernah saya alami.
Pesawat yang kami tumpangi merupakan
pesawat kecil yang beberapa kali bermanuver dan ini cukup menegangkan.
Beberapa kali pesawat mengalami
turbulensi.
Saat akan mendarat, angin sangat
kencang. Menurut informasi, cuaca di Ternate memang sering demikian.
Pada waktu itu, pesawat tiba-tiba terhempas
(karena angin yang sangat kencang tersebut). Para penumpang berteriak seketika.
Saat itu saya teringat cerita seorang
staf senior yang pernah terbang dengan sebuah pesawat yang dikemudikan oleh
seorang pilot yang sesaat sebelum terbang, masih sempat latihan (terbang).
Beliau kemudian mengatakan bahwa working
in WVI is dangerously fun. Now I know exactly how the phrase feels
like! Haha.
Pesawat pun mendarat dengan tidak mulus.
Penerbangan 20 menit ini cukup membuat
lutut lemas ketika mendarat.
Thanks
God we are alive!
Setibanya di bandara, kami cukup
terkagum-kagum karena eskalator bergerak naik dan turun yang berarti listrik
menyala disiang hari.
Kami menunggu jemputan kemudian mulai
perjalanan menuju kantor.
Sepanjang jalan kami kembali terkagum-kagum
melihat trotoar, angkot, kendaraan yang ramai di jalanan, mall, supermarket dll.
Maklum, kami baru saja kembali dari
salah satu tempat yang pemenuhan kebutuhan dasarnya bisa dikatakan buruk.
Sikap diatas kami lakukan sebagai
candaan belaka, yang pasti kami sangat senang bisa menginjakkan kaki di
Ternate.
Kesan pertama saya, kota ini
menyenangkan untuk ditinggali.
Saya mengenal Ternate sejak duduk dibangku
sekolah dasar di SD GMIT Soe II melalui pelajaran IPS.
Bahwa Kerajaan Ternate dan Tidore sangat
kaya akan rempah-rempah.
Saya tidak pernah berpikir sebelumnya
bahwa saya akan mengunjungi pulau ini.
Sangat berharap sebuah kesempatan untuk berkunjung
ke Tidore.
Oh
dear universe, please conspire to make it true.
Hari ini merupakan hari ke 15 di pulau
ini.
Saya menyukai kota ini.
Saat ini sedang bulan puasa sehingga
hampir semua tempat makan tutup karena ada peraturannya.
Ojek dan angkot adalah transportasi umum
disini. Uniknya, angkot disini tidak menggunakan jalur atau rute. Mereka
mengantar penumpang sesuai permintaan. Mungkin karena kota ini tidak telalu
luas.
Masyarakat juga menggunakan kalao (ke
laut) dan kadara (ke darat atau arah gunung) sebagai penunjuk arah sama dengan
di Buli.
Seperti yang kita ketahui bahwa ada
salah satu gunung berapi aktif disini yaitu Gunung Gamalama. Jika tinggal di
Ternate (kota) maka kelurahan-kelurahan lain biasanya disebut terletak
dibelakang gunung. Mungkin kelurahan-kelurahan tersebut juga menyebut yang
dikota terletak dibelakang gunung.
Listrik di Ternate 24 jam, air untuk kebutuhan
sehari-hari lancar, bersih dan segar.
Menurut saya, kota ini nyaman untuk
ditinggali, sesuai kesan pertama saya.
Selama disini tempat yang sudah saya
kunjungi adalah Kadaton (Kedaton atau Keraton) tempat tinggal Sultan Ternate.
Akan tetapi, belum sempat masuk ke dalam karena selama bulan puasa digunakan
untuk sholat sehingga tidak dibuka untuk umum.
Selain itu, saya juga mengunjungi
Benteng Tolukko yang adalah salah satu peninggalan Portugis di Ternate.
Saya juga mengunjugi Taman Nukila dan
Pantai Falajawa yang terletak di pusat kota. Tempat-tempat ini ramai dikunjungi
sambil menunggu waktu berbuka puasa.
Tempat lain yang saya kunjungi adalah
Pulau Hiri, tempat saya live in
selama 8 hari. Kisah di pulau yang ramah ini akan saya ceritakan secara terpisah.
Sejauh ini, inilah kisah di Ternate.
Ah
I am so blessed for this chance!
Sampai jumpa ditulisan berikutnya.
Esti Tanaem
Ternate, 15 Juli 2015
Comments
Post a Comment