Skip to main content

Trip to Ratu Boko Palace and Prambanan Temple

Enjoy weekend before the hard days come! ;)
So me and my friend, Gide, made a plan to visit Prambanan Temple on Saturday (September 7th, 2013)
Rencananya berangkat jam 08.00 tapi ada satu dua tiga hal sehingga jam 09.00 kita baru berangkat hehe.
Trans Jogja melayani hingga ke Prambanan karena tidak terlalu jauh dari kota.
Halte terdekat tempat tinggal kami adalah Kopma UGM dan Pertanian UGM. Kami naik jalur 3B menuju Halte Jalan Solo (Meguwo) lalu transit 1A jurusan Prambanan.
Setibanya di Halte terdekat Candi Prambanan, kami naik becak motor dengan biaya Rp. 10.000.
Jaraknya tidak terlalu jauh, bisa ditempuh dengan berjalan kaki.
Harga tiket masuk adalah Rp. 30.000 dan ada penawaran paket Ratu Boko (atau Ratu Baka) dan Candi Prambanan Rp. 45.000.
Kami membeli yang paket ke 2, menunggu sebentar lalu datang minibus menjemput.
Naik minibus karena Ratu Boko Palace ini terletak diatas gunung.
Konon, Ratu Boko adalah tempat tinggal Putri Roro Jonggrang dan Ayahnya. Ratu Boko inilah yang kemudian menjadi cikal bakal dibangunnya Candi Borobudur dan Candi Prambanan.
Setelah perjalanan sekitar 10 menit, tibalah di Ratu Boko. Ada tradisi memakai batik juga seperti di Candi Borobudur. Berdasarkan pengalaman saya, batik disini lebih bersih dan wangi. Mungkin karena pengunjungnya lebih sedikit.
Keraton ini sebagian besar sudah runtuh, hanya beberapa bagian saja yang tersisa.
Hal ini disebabkan karena termakan usia atau (mungkin) karena peperangan yang terjadi antara dua kerajaan tetangga, Kerajaan Pengging dan Kerajaan Boko. Kerajaan Pengging ini dipimpin oleh Prabu Damar Maya yang merupakan ayah dari Raden Bandung Bondowosa. Karena kesaktiannya Bandung Bondowoso berhasil membunuh Ayah Roro Jonggrang, Prabu Boko, yang adalah raksasa. Kemudian Bandung Bondowoso terpikat oleh Roro Jonggrang dan akhirnya tewujudlah Candi Prambanan.
Beberapa bagian yang masih ada misalnya Keputren (tempat tinggal Putri) beserta pemandiannya yang unik. Berbentuk bulatan-bulatan berisi air ditengahnya. Saya lalu berpikir, ini adalah traditional bath up.  
Pendapa (Pendopo) juga ada walau lantainya saja. Katanya dulu ada atap tapi sudah hancur beserta tiang-tiangnya.
Ada juga tempat pembakaran yang sedang direnovasi dan gua buatan yang dipahat membentuk balok.
Jarak satu bangunan ke bangunan yang lain cukup jauh.
Keraton ini sangat luas tapi minim bangunan. Yup, karena sebagian besar sudah hancur.
Tapi saya tetap menikmatinya. Mengapa? Because I really love temple!
Sayang sih sebenarnya banyak yang hancur, karena apabila utuh, akan sangat menambah pengetahuan akan bagaimana bentuk keraton tersebut.
Setelah puas berkeliling, kami menunggu minibus yang akan mengantar kami dan pengunjung lainnya ke candi prambanan.
Candi Prambanan sedang direnovasi. Sepertinya akan  ada pemasangan paving.
Candi utama yang kabarnya ada stupa ke 1000 yakni Putri Roro Jonggrang yang dikutuk pun sedang direnovasi akibat gempa beberapa saat yang lalu.
Pengunjung yang masuk dibatasi dan memakai helm yang telah disediakan disana. Terlihat jelas retakan-retakan, beberapa telah di”lem” kembali dan ada alat pendeteksi keretakan.
I am wondering how this tool works.
Pengunjung pun tidak diperbolehkan naik hingga patung Putri Roro Jonggrang. Padahal inilah yang saya tunggu-tunggu tapi tak mengapa, ada kesempatan lain.
Kami tidak sempat ke Candi Sewu. Juga melewatkan kesempatan berkeliling naik sepeda. I will next time.
Jalan keluar pun di-setting untuk melewati pasar tradisional seperti di Candi Borobudur walau lebih sempit.
Kami memutuskan berjalankaki ke halte lalu pulang ke kost masing-masing.
Saya masih tetap mengagumi candi dan ingin mengunjungi candi-candi lain yang ada disekitar Yogyakarta.
Sampai jumpa dipetualangan berikutnya.
:)

Esti Tanaem
Yogyakarta, 10 September 2013

Comments